PEKANBARU — Dinamika politik di lingkungan DPRD Riau kembali memanas setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disebut telah mengantongi dua nama pimpinan DPRD Riau yang diduga berperan dominan dalam proses pergeseran anggaran Pemerintah Provinsi Riau tahun 2025. Informasi yang berkembang menyebut dua nama tersebut adalah KD, Ketua DPRD Riau dari Fraksi PDI Perjuangan, dan PI, Wakil Ketua DPRD Riau dari Fraksi Golkar.
Keduanya diduga memiliki keterlibatan signifikan dalam pembahasan serta pengawalan sejumlah paket anggaran prioritas yang mengalami perubahan besar sepanjang tahun berjalan. Sumber internal birokrasi mengungkapkan bahwa KPK telah berulang kali menelusuri dokumen terkait, termasuk alur komunikasi antara pejabat eksekutif dan legislatif mengenai pos-pos anggaran yang dinilai janggal.
Tak hanya mengecek dokumen, tim KPK juga aktif meminta klarifikasi dari sejumlah pejabat OPD yang bersinggungan langsung dengan proses pergeseran anggaran. Dari pemeriksaan tersebut, nama KD dan PI disebut paling sering muncul sebagai pihak yang memberi tekanan dalam pembahasan anggaran.
Isu ini menguat seiring laporan bahwa KPK tengah memetakan pola pergeseran anggaran yang dinilai tidak lazim, baik berupa perubahan nomenklatur maupun penambahan alokasi pada program-program tertentu yang dianggap tidak memiliki urgensi mendesak. Meski demikian, hingga kini KPK belum menyampaikan keterangan resmi terkait status penyelidikan maupun pihak legislatif yang telah dimintai keterangan.
Situasi ini membuat tensi politik di Gedung DPRD Riau semakin meningkat. Sejumlah fraksi bahkan mendesak pimpinan DPRD menyampaikan sikap resmi untuk menjaga marwah lembaga. Mereka menegaskan bahwa penegakan hukum oleh KPK harus berjalan tanpa intervensi.
Baik KD maupun PI belum memberikan tanggapan atas isu tersebut, meski dorongan agar mereka membuka klarifikasi publik semakin menguat.
Informasi dari Internal Pemerintahan
Informasi terbaru mengungkap bahwa KPK telah mendapatkan dua nama pimpinan DPRD Riau yang berperan dalam proses pergeseran anggaran tahun 2025. Temuan ini menguat setelah rangkaian penggeledahan sejak awal November 2025 menghasilkan sejumlah dokumen strategis terkait pembahasan, persetujuan, hingga perubahan alokasi anggaran di berbagai OPD.
Sumber yang mengetahui proses penyelidikan menyatakan bahwa kedua nama pimpinan DPRD itu muncul dalam telaah dokumen pergeseran anggaran yang kini dianalisis penyidik.
“Ada dua nama pimpinan DPRD yang disebut memiliki posisi dominan dalam proses pembahasan pergeseran anggaran. KPK sudah mengantongi informasinya, tetapi semuanya masih dalam pendalaman,” ujar sumber tersebut, Jumat (14/11).
Pada 13 November, KPK kembali menyita dokumen dan barang bukti elektronik terkait penganggaran dari Kantor Dinas Pendidikan Riau dan dua rumah yang berkaitan dengan proses pemeriksaan. Penyitaan tersebut melengkapi penggeledahan sebelumnya: Kantor Gubernur Riau (10 November), Dinas PUPR PKPP Riau (11 November), dan BPKAD Riau (12 November). Seluruh dokumen berkaitan dengan pergeseran anggaran tahun 2025.
Salah satu temuan paling mencolok adalah lonjakan anggaran pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I–VI Dinas PUPR PKPP Riau, dari Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar. Kenaikan sekitar Rp106 miliar itu disebut diikuti permintaan fee sebesar 5 persen atau sekitar Rp7 miliar. Dokumen ini menjadi dasar penelusuran ulang alur pembahasan anggaran, termasuk dugaan peran dominan unsur pimpinan DPRD Riau.
Rangkaian pemeriksaan ini berkaitan dengan OTT KPK pada 3 November 2025 yang menjerat Gubernur Riau Abdul Wahid serta delapan orang lainnya. Pada 5 November, KPK menetapkan Abdul Wahid, Kadis PUPR PKPP Riau M. Arief Setiawan, dan Tenaga Ahli Gubernur Dani M. Nursalam sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan dan pengaturan anggaran.
Seiring dianalisisnya dokumen tambahan yang disita, spekulasi berkembang bahwa penyidikan KPK dapat merambah ke unsur legislatif. Meski begitu, KPK menegaskan bahwa seluruh temuan masih dalam proses pendalaman dan belum dapat diungkap secara rinci ke publik. (rls)
#KPK Pimpinan DPRD Riau