Pekanbaru--Pergantian direksi di tubuh SPR Trada pasca RUPS-LB berbuntut panjang. Hanya dalam hitungan hari, perusahaan daerah yang sebelumnya digadang-gadang mulai bangkit ini mendadak mengambil langkah drastis: merumahkan 18 karyawan. Keputusan cepat itu memicu tanda tanya besar, terutama karena dilakukan tanpa penjelasan terbuka mengenai kondisi perusahaan, tanpa dialog, dan tanpa tahapan evaluasi sebagaimana lazimnya prosedur ketenagakerjaan.
Salah satu nama yang terkena dampaknya adalah Bemi Hendrias, eks Direktur SPR Trada yang menjadi orang pertama menerima surat pemberhentian. Ia mengaku tidak pernah diajak bicara oleh manajemen baru, tidak pernah menerima evaluasi, tidak pernah dimediasi, dan tidak diberi ruang klarifikasi.
Dalam wawancara eksklusif dengan media, Bemi membuka isi dapur SPR Trada—mulai dari proses PHK yang dinilai janggal, suasana internal yang tidak kondusif, hingga terhentinya program kerja yang sebelumnya disebut-sebut mulai menghasilkan dan berpotensi menambah PAD untuk Provinsi Riau.
Berikut petikan wawancaranya :
Kapan Anda pertama kali mendengar kabar bahwa anda diberhentikan?
Sekitar 20 Oktober. Itu pun dari informasi simpang siur yang saya dengar dari rekan karyawan. Tidak ada pemberitahuan resmi dari manajemen saat itu.
Kapan surat pemberhentian resmi Anda terima?
Tanggal 28 Oktober, dikirim ke alamat rumah saya di Jakarta.
Siapa yang menandatangani surat itu?
Suratnya ditandatangani Tata Haira, Direktur Utama baru, tertanggal 17 Oktober. Itu hanya tiga hari setelah RUPS-LB. Prosesnya terlalu cepat untuk sebuah evaluasi kinerja.
Apakah dijelaskan alasan Anda diberhentikan?
Narasinya soal efisiensi dan restrukturisasi. Menurut saya terlalu normatif dan tidak punya alasan kuat.
Proses Dinilai Tidak Sesuai Aturan
Anda menilai proses ini tidak sesuai prosedur?
Tidak sesuai. Tidak ada tahapan evaluasi, tidak ada komunikasi, dan tidak ada mediasi. Bahkan bipartit pun tidak dilakukan. Padahal meski saya karyawan kontrak, evaluasi kerja tetap wajib dilakukan.
Hak-hak administratif Anda diterima?
Gaji terakhir saya terima. Yang lainnya tidak ada penjelasan.
Situasi Setelah Direksi Baru Masuk Apakah komunikasi internal berubah setelah manajemen baru masuk?
Saya tidak pernah diajak berkomunikasi. Tidak ada rapat, tidak ada target baru, tidak ada arahan.
Anda melihat ada faktor lain selain efisiensi?
Ada. Saya kebetulan orang pertama yang diberhentikan. Dari sana saya melihat banyak hal yang sebenarnya terjadi.
Suasana Kerja, Bagaimana kondisi internal SPR Trada setelah pergantian direksi?
Tidak kondusif. Tidak ada figur yang merangkul semua karyawan. Tekanan dan intimidasi tampak jelas.
Apakah jumlah 18 karyawan yang dirumahkan itu sesuai fakta?
Iya, sesuai. Dan tidak ada karyawan lain yang tidak tercatat. Hanya saya yang lebih dulu diberhentikan.
Apakah Anda melihat tanda-tanda ini sebelum terjadi?
Setelah RUPS-LB saya melihat indikasinya. Tapi tidak menyangka akan secepat ini. Ternyata berjamaah dan tidak menunggu tiga bulan direksi baru bekerja.
Dampak dan Klarifikasi
Apa dampak terbesar bagi Anda?
Kehilangan sumber penghasilan untuk keluarga.
Anda akan menempuh jalur hukum?
Tidak. Saya biarkan saja. Wajah asli mereka nanti akan terlihat oleh masyarakat. Kalah Fir’aun dibuatnya.
Terkait Polemik dan Publik
Apa yang ingin Anda luruskan agar publik tidak salah paham?
Bahwa selama kami bekerja, kami berjuang agar SPR Trada dari minus menjadi surplus. Kami menyiapkan unit-unit usaha yang mulai bergerak: PBPH, pabrik pengemasan minyak goreng mini, dan event organizer.
PBPH itu mandek empat tahun sejak 2021, dan baru maju signifikan di era kami. Jika selesai, manfaatnya besar untuk perusahaan, pemerintah, dan masyarakat. Sekarang semua itu terhenti. Karyawan dirumahkan, dan potensi PAD ikut terancam.
Ada pihak yang harus bertanggung jawab?
Tentu. Siapa pun yang mengambil keputusan yang membuat kekacauan ini harus bertanggung jawab. Karena dampaknya bukan hanya ke karyawan, tetapi ke daerah. (*)
#SPR Trada #Polemik Pemecafan Karyawan