Diduga Wakil Rakyat Berkelakuan Mirip Walid: Citra Agamis, Aborsi, dan Ancaman Hukum di Balik Topeng Dermawan

Diduga Wakil Rakyat Berkelakuan Mirip Walid: Citra Agamis, Aborsi, dan Ancaman Hukum di Balik Topeng Dermawan
Foto korban ketika meberikan keterangan

MAKLUMAT ONLINE. COM Bangkinang, Seorang perempuan muda berinisial AN (23) mengungkapkan kisah kelam yang dialaminya usai menjalin hubungan dengan anggota DPRD Kampar berinisial P. Hubungan yang dimulai lewat perkenalan di aplikasi Michat itu berujung pada kehamilan, pemaksaan aborsi, pemutusan hubungan secara sepihak, hingga ancaman hukum. P, yang dikenal luas sebagai sosok agamis dan dermawan, membantah seluruh tuduhan dan justru menuding AN sebagai pelaku pemerasan.

Di mata publik, P bukan orang sembarangan. Ia dikenal sebagai wakil rakyat yang religius sering mendonasikan Al-Qur’an ke masjid-masjid, menyebarkan pesan moral lewat unggahan media sosial, dan tampil sebagai figur yang dianggap berintegritas. Namun bagi AN, sosok P tak ubahnya Walid dalam film Di Karena—seorang pria yang menggunakan citra agama sebagai topeng untuk menyembunyikan sisi gelapnya.

“Dia itu seperti Walid. Kelihatan agamis, suka berbagi Al-Qur’an, tapi nyatanya manipulatif dan kejam,” kata AN dengan nada getir.

Menurut pengakuannya, mereka pertama kali bertemu pada September 2024, sebelum P resmi dilantik sebagai anggota DPRD. AN saat itu tengah menghadapi tekanan ekonomi berat akibat utang pinjaman online, hingga terpaksa meninggalkan rumah. Dalam situasi rentan tersebut, ia bertemu P di sebuah hotel di Pekanbaru, di mana mereka menghabiskan beberapa hari bersama.

“Dia kasih saya uang dan bilang saya harus selalu ada kalau dia butuh. Saya terima karena saya butuh bantuan,” ujar AN.

Hubungan yang awalnya bersifat transaksional berkembang menjadi lebih intens, namun tanpa komitmen atau perlindungan. Hingga akhirnya AN dinyatakan hamil setelah melakukan tes kehamilan. Bukannya bertanggung jawab, P justru menolak anak tersebut dan, menurut AN, memaksanya melakukan aborsi. Dengan uang dari P, AN membeli obat penggugur kandungan dari temannya—langkah berisiko yang akhirnya menyebabkan pendarahan hebat dan komplikasi serius. Ia pun dirawat di rumah sakit selama tiga hari.

“Selama saya di rumah sakit, dia tidak pernah datang menjenguk. Cuma kirim uang buat biaya berobat. Setelah itu, dia hilang begitu saja,” ungkap AN.

Yang lebih menyakitkan, lanjut AN, setelah keluar dari rumah sakit, P memblokir semua akses komunikasi. Kecewa dan merasa diperlakukan seperti sampah, AN akhirnya membuka kisah ini ke publik lewat akun TikTok miliknya, menyebut nama dan jabatan P secara terbuka.

Namun langkah itu malah memantik ancaman hukum. P melaporkan AN ke polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik dan pemerasan. “Dia bilang saya mau memeras, padahal saya punya semua bukti. Kalau saya mau memeras, saya nggak akan sampai jual diri karena utang,” tegas AN.

Dalam pertemuan terakhir mereka, AN bahkan sempat meminta pertanggungjawaban dalam bentuk pernikahan. Namun P menolak dengan alasan tidak ingin mengkhianati istrinya.

“Lucu, ya? Dia bilang tidak mau mengkhianati istrinya, padahal sejak awal dia sudah berselingkuh dan menelantarkan saya,” tambahnya.

Saat dikonfirmasi, P membantah semua tuduhan tersebut. Ia menyebut cerita AN sebagai “fitnah keji” dan menyatakan telah melaporkannya ke Polda Riau. “Ini adalah upaya pemerasan yang sudah saya laporkan secara resmi. Kasus ini sedang dalam penyidikan,” tegasnya kepada awak media.

Sementara itu, AN masih bergelut dengan dampak fisik dan psikologis dari aborsi yang dilakukan. Ia khawatir tidak bisa memiliki anak lagi. Lebih dari itu, ia merasa hancur karena dipermainkan oleh orang yang seharusnya menjadi panutan publik.

“Saya cuma ingin keadilan. Jangan ada lagi perempuan lain yang jadi korban seperti saya,” pungkasnya.***tim

#skandal Dewan Kampar