800 Hektare TWA Jadi Sawit, Siapa Bekingi Mafia Lahan di Buluh Cina?

800 Hektare TWA Jadi Sawit, Siapa Bekingi Mafia Lahan di Buluh Cina?

MAKLUMATONLINE- Bulu Cina- Praktik perampasan kawasan konservasi di Taman Wisata Alam (TWA) Buluh Cina, Kabupaten Kampar, kian terang-benderang. Sejumlah nama mencuat sebagai aktor utama, salah satunya Abuzar, yang diduga kuat menjadi bagian dari jaringan mafia lahan yang telah menguasai ratusan hektar lahan hutan lindung secara ilegal.

Warga dan aktivis lingkungan mendesak Polda Riau untuk segera menangkap Abuzar dan kelompoknya, termasuk seorang tokoh bernama Habib yang disebut sebagai pengendali utama operasi pembukaan lahan dan penguasaan kawasan hutan. Mereka disebut telah mengubah sedikitnya 800 hektar dari total 963 hektar kawasan TWA menjadi perkebunan kelapa sawit tanpa izin.

Berdasarkan dokumen penyelidikan dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau yang diperoleh dari pelapor, Abuzar telah dimintai keterangan sebagai saksi sejak November 2024. Namun hingga kini, tidak ada langkah hukum lanjutan yang signifikan dari penyidik.

“Ini bukan lagi dugaan, ini sudah fakta lapangan. Abuzar dan kelompoknya telah merampas hutan konservasi milik negara, dan mereka melakukannya secara terang-terangan,” kata Kurnia Ilahi, pelapor sekaligus pemerhati lingkungan Riau.

TWA Buluh Cina sendiri merupakan kawasan konservasi yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 3587/Menhut-VII/KUH/2014. Kawasan ini memiliki nilai ekologi tinggi karena terdiri dari hutan rawa dataran rendah dan tujuh danau alami yang menjadi habitat bagi satwa endemik serta sumber penghidupan masyarakat sekitar.

Namun kawasan yang seharusnya dilindungi itu kini nyaris lenyap. Kanal-kanal besar dan barisan sawit menggantikan pohon-pohon hutan, sementara sisa kawasan hanya tinggal sekitar 200 hektar. Diduga kuat penguasaan ini dilakukan melalui skema koperasi fiktif dan klaim sepihak yang tidak memiliki dasar hukum.

“Ini bentuk kejahatan terorganisir. Polda Riau harus segera tetapkan tersangka, jangan hanya berhenti pada pemanggilan saksi,” tegas Khairunnas, salah satu saksi dalam kasus ini.

Secara hukum, perbuatan tersebut melanggar sejumlah ketentuan pidana. Antara lain, Pasal 92 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dengan ancaman 15 tahun penjara dan denda hingga Rp10 miliar. Selain itu, pengelolaan kawasan tanpa izin lingkungan dan kehutanan juga dapat dijerat Pasal 109 UU Lingkungan Hidup Nomor 32 Tahun 2009 dan Pasal 50 jo. Pasal 78 UU Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999.

Masyarakat juga menduga hasil kebun dari lahan yang dikuasai Abuzar disalurkan ke pihak ketiga, termasuk diduga ke perusahaan . Nama PT Agro disebut dalam laporan warga sebagai penerima hasil sawit dari kawasan konservasi. Jika benar, maka potensi pelanggaran semakin meluas hingga ke ranah pencucian uang dan tindak pidana korporasi.

Warga Buluh Cina menilai lambannya proses hukum menunjukkan lemahnya keberpihakan negara terhadap kawasan konservasi dan lingkungan hidup. Jika aparat tidak segera menindak, mereka khawatir seluruh TWA Buluh Cina akan hilang dalam waktu dekat.

“Ini bukan sekadar persoalan hukum, ini juga soal moral negara. Kalau aparat masih diam, maka mereka tak lebih dari penonton saat hutan negara dirampok di depan mata,” tutup Kurnia. (Mdn) 

#mafia Kawasan Hutan #TWA Bulu Cina