Ketimpangan Sosial dan Kerusakan Lingkungan: Warga Bangkinang Menuntut Keadilan Cabut HGU PT Johan Sentosa

Ketimpangan Sosial dan Kerusakan Lingkungan: Warga Bangkinang Menuntut Keadilan Cabut HGU PT Johan Sentosa

Bangkinang – Sebuah konsesi perkebunan raksasa di Bangkinang, PT Johan Sentosa, kini menjadi pusat perhatian warga dan aktivis lingkungan. Setelah lebih dari dua dekade beroperasi dengan Hak Guna Usaha (HGU) seluas 13 ribu hektar, perusahaan ini disebut tidak membawa manfaat ekonomi yang signifikan bagi masyarakat setempat. Sebaliknya, tudingan soal pelanggaran hukum dan kerusakan lingkungan terus mencuat.

Muhammadun, seorang aktivis dari Solidaritas Kampar Hijau (SoKaHi) sekaligus warga tempatan, berbicara lantang mengenai ketimpangan yang ia saksikan selama bertahun-tahun. "Perusahaan ini hadir, tapi dampaknya bagi masyarakat lokal nyaris tidak ada. Bantuan sosial? Rp350 ribu setahun untuk olahraga, itu saja. Apakah angka itu pantas untuk sebuah konsesi seluas 13 ribu hektar?"

Menurutnya, mayoritas tenaga kerja perusahaan didatangkan dari luar daerah, menyisakan warga Bangkinang hanya sebagai penonton di tanah mereka sendiri. “Mana lahan plasma? Mana CSR yang dijanjikan? Kami tidak pernah melihat itu,” keluh Muhammadun.

Tak hanya soal sosial, isu lingkungan juga menjadi noda hitam dalam operasi PT Johan Sentosa. Aktivitas perusahaan diduga telah menyebabkan kerusakan hutan secara masif. Warga dan aktivis lingkungan menduga bahwa tindakan perusahaan ini melanggar Undang-Undang Kehutanan.

Kondisi ini mengingatkan pada skandal hukum Duta Palma Group, yang berujung pada penyitaan aset besar-besaran oleh Kejaksaan Agung. Namun, berbeda dengan Duta Palma, PT Johan Sentosa hingga kini seolah kebal dari jeratan hukum.

“Kalau Surya Darmadi dan Duta Palma bisa ditindak, mengapa PT Johan Sentosa tidak? Apakah hukum hanya berlaku bagi segelintir orang saja? Kami mendesak Presiden Prabowo untuk turun tangan dan memimpin penyelesaian kasus ini,” ujar seorang tokoh masyarakat yang enggan disebutkan namanya.

Meski demikian, langkah hukum sempat dilakukan. Pada Januari 2023, Kejaksaan Negeri Kampar, bekerja sama dengan Kejaksaan Agung, menyita aset PT Johan Sentosa yang terkait dengan kasus korupsi Surya Darmadi. Penyitaan meliputi tanah seluas 5.764 hektar berikut bangunan di atasnya.

“Kami telah menyita tanah dan bangunan yang berhubungan dengan HGU sejak 1999. Proses penyitaan berjalan lancar tanpa kendala berarti,” ujar Amri Rahmanto Sayekti, Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Kampar.

Namun, langkah ini dianggap belum cukup oleh masyarakat. Menurut mereka, penyelesaian hukum harus melibatkan pengungkapan praktik-praktik ilegal lainnya, termasuk dugaan kerusakan lingkungan dan abainya tanggung jawab sosial perusahaan.

Ketidakadilan yang dirasakan warga telah memupuk emosi yang membara. “Kami sudah terlalu lama bersabar. Jika terus dibiarkan, jangan salahkan masyarakat jika akhirnya mengambil tindakan sendiri. Kami tidak butuh ancaman, kami butuh keadilan,” kata Muhammadun.

Masyarakat Bangkinang berharap agar pemerintah pusat segera turun tangan. Selain meminta Presiden Prabowo untuk bertindak, mereka juga menyerukan agar Kejaksaan Agung mengusut tuntas segala pelanggaran yang dilakukan PT Johan Sentosa.

“Ini bukan sekadar masalah perusahaan besar. Ini soal keadilan, soal harga diri, dan soal masa depan kami sebagai warga di tanah ini,” tutup Muhammadun. (Yb)

#Cabut HGU PT. Johan Sentosa