Di Balik Kebun Negara: Ketika Sawit Dijual Diam-Diam dan Wartawan Disogok Diam-Diam

Di Balik Kebun Negara: Ketika Sawit Dijual Diam-Diam dan Wartawan Disogok Diam-Diam

MAKLUMATONLINE- Kuantan Singingi--Pada suatu sore yang tampak biasa di sebuah warung kopi di Desa Jake, Teluk Kuantan, kenyataan kelam pengelolaan kebun milik negara mulai terbuka. Seorang wartawan lokal bernama Athia menerima undangan tak lazim dari seseorang berinisial JS. Lokasi pertemuan dipilih dengan santai—warung kopi—tapi isi pembicaraan jauh dari santai.

Di sana, telah menunggu seorang utusan perusahaan perkebunan kelapa sawit negara, PT Agrinas Palma Nusantara. Namanya Eci. Tanpa banyak basa-basi, ia menyampaikan maksud perusahaan: meminta agar unggahan Athia di media sosial TikTok yang menampilkan aktivitas penjualan buah sawit keluar dari kebun perusahaan segera dihapus.

“Saya diminta langsung oleh perusahaan. Postingan itu sudah sampai ke pimpinan. Kami diminta menyelesaikannya,” kata Eci kepada Athia. Tidak berhenti di situ, ia kemudian melontarkan kalimat yang lebih serius, “Minta berapa?”

Athia, yang sudah cukup lama bekerja di dunia jurnalistik, menolak tawaran itu mentah-mentah. “Selama saya jadi wartawan, saya tidak pernah menghapus berita hanya karena tekanan atau uang,” jawabnya tegas.

Unggahan Athia memang mengusik. Dalam video tersebut, disebutkan adanya lebih dari 30 unit tambang emas ilegal beroperasi di areal perkebunan sawit eks Duta Palma yang kini berada di bawah kendali PT Agrinas. Video itu juga memuat dugaan bahwa tandan buah segar (TBS) sawit dipanen secara ilegal dan dijual keluar kawasan perkebunan setiap malam menggunakan mobil Colt Diesel.

Komentar dari warganet memperkuat informasi itu. “Betul, pak. Di Desa Seberang Taluk setiap hari keluar buah 10 sampai 15 Colt diesel,” tulis akun @Ayahudin.

Yang mengejutkan, Eci tidak menyangkal informasi tersebut. Bahkan ia menyebut bahwa aktivitas itu memang sudah jadi rahasia umum di masyarakat. Alasannya sederhana—dan sekaligus menyesakkan—“Kami belum dapat anggaran dari pusat. Operasional di lapangan butuh biaya cepat. Kami hanya berusaha bertahan,” katanya, jujur sekaligus membela diri.

Pengakuan Eci membuka tabir realitas pengelolaan kebun sawit negara yang selama ini dibungkus retorika "pemulihan aset nasional". PT Agrinas, yang dipercaya mengelola lahan eks perusahaan Duta Palma, seharusnya bertugas menjaga, merawat, dan mendistribusikan hasil perkebunan demi kepentingan negara dan rakyat. Namun apa yang terjadi di lapangan justru mencerminkan lemahnya kontrol dan potensi penyimpangan sistematis.

Ketua Karang Taruna Kecamatan Benai, Ahmad Fathony, SH, geram. Ia menyebut tindakan tersebut sebagai bentuk perampokan terhadap aset negara yang dilakukan dengan sadar oleh oknum perusahaan.

“Dari awal, kita sudah mencium adanya permainan. Lahan ini aset negara yang seharusnya dikelola untuk kemaslahatan masyarakat, bukan dimanfaatkan diam-diam untuk keuntungan segelintir orang,” kata Fathony.

Lebih lanjut, ia menilai praktik ini sebagai bentuk kegagalan pengawasan struktural oleh BUMN terkait dan pemerintah pusat. “Kalau benar alasannya belum ada anggaran, kenapa harus dijual diam-diam? Kenapa tidak terbuka ke publik? Ini jelas ada niat menyembunyikan,” ujarnya.

Kasus ini menguak dua masalah besar sekaligus: penjualan aset negara tanpa dasar hukum, dan upaya menyuap insan pers untuk membungkam pemberitaan. Kedua tindakan tersebut bisa masuk dalam kategori pidana.

Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor (UU No. 31 Tahun 1999 juncto UU No. 20 Tahun 2001) menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menyalahgunakan kewenangan dan merugikan keuangan negara dapat dikenai pidana maksimal 20 tahun penjara. Sedangkan pasal tentang suap kepada wartawan, meskipun tidak spesifik diatur dalam KUHP, dapat ditarik pada pasal-pasal gratifikasi dan etika profesi.

Namun, sejauh ini belum terdengar langkah investigasi resmi dari penegak hukum.

Pertemuan di warung kopi itu mungkin terlihat sepele, tetapi menyimpan pesan serius: ada upaya sistematis membungkam informasi publik atas pelanggaran yang melibatkan aset negara. Upaya itu gagal. Tapi berapa banyak pertemuan seperti itu yang berhasil? Berapa banyak cerita yang akhirnya menguap karena “sudah diselesaikan secara internal”?

Di tengah ketidakpastian ini, satu hal yang pasti: masyarakat berhak tahu, dan kebenaran tak bisa dibungkam dengan sekantong uang.***tim

#Satgas PKH #agrinas #mafia Satgas PKH